Dasar-Dasar Ilmu Tasawuf -->

Dasar-Dasar Ilmu Tasawuf


Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari kalangan sahabat dan tabi’in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.


Dasar-dasar dari Al-Qur’an

Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Qur’an yang artinya:Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.(Q.S Asy-Syuura [42] : 20)


Diantara nash-nash al-Qur’an yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam Q.S al-Hadid [57] ayat: 20 yang Artinya: Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.Ayat ini menandakan bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya hawa nafus mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dan segala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan (anak dan cucu).


Akan tetapi semua hal tesebut bersifat sementar dan dapat menjadi penyebab utama terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melallaikan tersebut.Ayat al-Qur’an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu’min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis mmencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya:


Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(Q.S ath-Thalaq [65] : 3)


Dianatra ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya:Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap.


(Q.S as-Sajadah : 16)Maksud dari perkataan Allah Swt : “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.Terdapat banyak ayat yang berbicara tentang urgensi rasa takut dan pengharapan hanya kepada Allah semata akan tetapi penulis cukupkan pada kedua ayat terdahulu.


Dasar-dasar Dari Hadist


Jika kita melihat dengan seksama akan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad Saw beserta para sahabat beliau yang telah mendapatkan keridhaan Allah, maka akan ditemukan sikap kezuhudan dan ketawadhu’an yang terpadu dengan ibadah-ibadah baik wajib maupun sunnah bahkan secara individu Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan shalat lail hingga lutut beliau memar akibat kebanyakan berdiri, ruku’ dan sujud di setiap malam dan beliau Saw tidak pernah meninggalkan amalan tersebut hingga akhir hayat beliau Saw, hal ini dilakukan oleh beliau Saw karena kecintaan beliau kepada sang penggenggam jiwa dan alam semesta yang mencintainya Dia-lah Allah yang cinta-Nya tidak pernah terputus kepada orang-orang yang mencintai-Nya.Uaraian tentang hadis fi’liyah di atas merupakan salah satu bentuk kesufian yang dijadikan landasan oleh kaum sufi dalam menjalankan pahamnya.Selain itu terdapat pula hadis-hadis qauliyah yang menjadi bagian dari dasar-dasar ajaran tasawuf dalam Islam, diantara hadis-hadis tersebut adalah:


Artinya:Dari sahabat Sahal bin Saad as-Sa’idy beliau berkata: datang seseorang kepada Rasulullah Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah ! tunjukkanlah kepadaku sutu amalan, jika aku mengerjakannya maka Allah akan mencintaiku dan juga manusia’, Rasulullah Saw bersabda: “berlaku zuhudalah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berlaku zuhudlah kamu atas segala apa yang dimiliki oleh manusia, maka mereka (manusia) akan mencintaimu”.


Artinya:Dari Zaid bin Tsabit beliau berkata : Aku mendengarkan Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan berlepas diri dari segala urusannya dan tidaklah ia mendapatkan dari dunia sesuatu apapun keculi apa yang telah di tetapkan baginya. Dan barang siapa yang sangat menjadikan akhirat sebaga tujuannya, maka Allah akan mengumpulkan seluruh harta kekayaan baginya, dan menjadikan kekayaan itu dalam hatinya, serta mendapatkan dunia sedang ia dalam keadaan tertindas”.


Hadis pertama menunjukkan perintah untuk senantiasa berlaku zuhud di dunia, sementara hadis kedua menjelaskan akan tercelanya kehidupan yang bertujuan berorientasi keduniaan belaka, dan mulianya kehidupan yang berorientasi akhirat. Kedua hadis tersebut menjelaskan kemuliaan orang-orang yang hanya menjadikan Allah sebagai tujuan utama dalam hidupnya dan merasa cukup atas segala yang Allah telah karunianakan kepadanya.Selain dari kedua hadis di atas terdapat pula banyak hadis yang memberikan wasiat kepada orang-orang mu’min agar tidak bertumpu pada kehidupan dunia semata, dan hendaklah ia senantiasa memangkas segala angan-angan keduniaan, serta tidak mematrikan dalam dirinya untuk hidup kekal di dunia dan tidak pula berusaha untuk memperkaya diri di dalamnya kecuali sesuai dengan apa yang ia butuhkan, oleh karena itu Rasulullah Saw berwasiat kepada Abdullah bin Umar sambil menepuk pundaknya dan bersabda:


Artinya:“Hiduplah kamu di dunia seolah-seolah kamu adalh orang asing atau seorang musafir” Selain tiga hadis di atas masih terdapat banyak hadis lainnya yang menjadi landasan munculnya tasawuf atau sufisme.Dari keterangan-keterangan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadis di atas menunjukkan bahwa ajaran tasawuf yang menjadi landasan utamanya adalah kezuhudan terhadap dunia demi mencapai tingkatan atau maqam tertinggi di sisi Allah yaitu ketika seseorang menjadikan dunia sebagai persinggahan sementara dan menjadikan rahmat, ridha, dan kecintaan Allah sebagai tujuan akhir.

TerPopuler